Gajah di Riau
Nasib gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) di Riau tidaklah terlalu menggembirakan. Keberadaan mereka sekarang seakan menjadi sebuah dilema.
Bila kita tengok di Pusat Konservasi Gajah Sultan Syarif Hasyim atau juga dikenal dengan Pusat Latihan Gajah (PLG) Tahura, Minas, Riau, kehidupan puluhan hewan mamalia darat raksasa ini cukup menarik. Melihat mereka saat mandi di sungai atau menjelajah hutan di atas punggung gajah-gajah yang sudah terlatih tersebut, menjadi hiburan tersendiri. Duduk dan bercanda ditemani anak gajah yang lucu menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
Namun disisi lain konflik yang terjadi antara manusia dengan gajah juga semakin meningkat setiap tahunnya. Bahkan beberapa pekan waktu silam kawanan gajah mengamuk di permukiman Kelurahan Balai Raja, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis. Tiga rumah serta puluhan hektar perkebunan rusak. Bahkan amukan gajah tersebut memaksa anak-anak dan wanita untuk diungsikan ke kantor kelurahan selama dua pekan.
Tim penjinak gajah dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Riau bersama beberapa personil Dishut Riau dan staf WWF kemudian turun untuk mengendalikan masalah ini. Dua gajah penjinak yang dipinjam dari PLG Tahura, Minas juga ikut diterjunkan untuk mempermudah penangkapan 10 ekor gajah liar tersebut.
Permasalahan gajah dan manusia menjadi suatu konflik yang tidak berkesudahan dan sampai saat ini belum ditemukan solusi yang tepat. Konflik satwa liar dengan masyarakat yang sering terjadi ini merupakan gambaran, terjadinya ketidakseimbangan ekosistem yang ada.
Konversi hutan alam yang menjadi tempat tinggal hewan berbelalai ini disinyalir menjadi salah satu penyebab utama munculnya masalah tersebut. Laju kerusakan hutan di Riau yang mencapai 160 ribu hektare per tahunnya serta meningkatnya luas perkebunan sawit dan juga permukiman telah mempersempit habitat hewan langka yang mempunyai daerah jelajah (home range) cukup luas ini. Sempitnya ruang jelajah tentu juga berakibat berkurangnya persediaan pakan bagi hewan yang membutuhkan makan tiap harinya kurang lebih 10 persen dari bobot tubuhnya ini.
Teks dan foto: Ahmad Zamroni
Roni
Wah, menarik sekali Mila, kirim detilnya ke emailku ya, ahmadzamroni(at)gmail(dot)com, thanks….
Karmila Parakkasi
mas,
aku undang ke Taman Nasional Tesso Nilo, mau tak?
WWF Indonesia dan Balai TNTN mengembangkan program mitigasi konflik gajah-manusia dengan “flying squad”
roni
Sejauh sepengetahuan saya hanya merupakan ‘psywar’ saja, karena biasanya gajah penjinak lebih besar, kuat, dan tua dari yang akan dijinakkan.
roni
Sejauh sepengetahuan saya hanya merupakan ‘psywar’ saja, karena biasanya gajah penjinak lebih besar, kuat, dan tua dari yang akan dijinakkan.
chyntia dessy
Saya penasaran apa yang bisa dilakukan gajah penjinak untuk mengendalikan gajah liar ya?
chyntia dessy
Saya penasaran apa yang bisa dilakukan gajah penjinak untuk mengendalikan gajah liar ya?
roni
Thanks, mas Eko, salam buat keluarga, juga sang gajah.
roni
Thanks, mas Eko, salam buat keluarga, juga sang gajah.
eshape
Salam
Anakku pasti seneng lihat gambar-gambar seperti ini.
Ada ceritanya lagi.
Hehehe…majalah National Geographics u anak-anak edisi lalu juga memuat tentang gajah dan anakku seperti dapat hadiah yang nilainya jauh lebih besar dari harga majalah itu
Salam
eshape
Salam
Anakku pasti seneng lihat gambar-gambar seperti ini.
Ada ceritanya lagi.
Hehehe…majalah National Geographics u anak-anak edisi lalu juga memuat tentang gajah dan anakku seperti dapat hadiah yang nilainya jauh lebih besar dari harga majalah itu
Salam